Feb 17, 2010

Internet dan Tanggung Jawab Pendidikan

Facebook akhir-akhir ini menjadi salah satu sorotan masyarakat. Kita tentu masih ingat dengan kemunculan group di Facebook yang mendukung Bibit dan Candra. Group ini adalah bukti nyata dampak positif dari kemunculan situs jejaring sosial. Masih banyak lagi group group lain yang menjadi wadah penyaluran aspirasi publik yang kini entah berapa banyak jumlahnya.

Namun baru-baru ini facebook kembali menjadi sorotan publik setelah terjadi beberapa kasus kejahatan melalui media facebook. Sekarang ini pemerintah mengeluarkan rancangan peraturan pemerintah tentang pengaturan konten multimedia. Pemerintah menyatakan, seperti dikutip Kompas Tekno, bahwa salah satu tujuan peraturan ini adalah untuk melindungi untuk melindungi kepentingan umum dari gangguan sebagai akibat dari penyelahgunaan informasi elektronik, dokumen elektronik, dan transaksi elektronik yang megganggu kepentingan umum.

Rancangan peraturan pemerintah ini menuai kontroversi karena dianggap membelenggu demokrasi di ranah media internet. Selain itu pengaturan konten yang mewajibkan ISP memfilter konten membuat proses pendewasaan bagi pengguna terhambat, sebab tidak menuntut tanggungjawab pada pelaku pembuat konten melainkan lebih menekankan tanggungjawab kontrol pada penyedia jasa akses internetnya. Ibaratnya pengguna handphone tidak bertanggungjawab terhadap percakapannya tapi penyelenggara operator HP lah yang harus mengatur percakapan apa saja yang boleh dilakukan oleh pengguna HP.

Saya tidak akan membahas lebih jauh soal
Rancangan Peraturan Menteri (RPM) dan berbagai aturan yang mungkin akan dikeluarkan oleh pemerintah, namun saya akan lebih memfokuskan pada bagaimana pengguna internet terutama mereka yang masih masuk kategori pelajar memperoleh pendidikan yang mendewasakan sehingga tidak akan terjerumus dalam perilaku yang tidak bertanggungjawab dan lebih-lebih menjadi korban perilaku tersebut. Berbagai kasus penyalahgunaan facebook dan mungkin jejaring sosial maya lainnya yang terjadi di kalangan pelajar dalam hal ini bisa dilihat sebagai kegagalan institusi pendidikan menghadapi kemajuan teknologi informasi.

Dari pengamatan singkat saya di daerah pinggiran seperti tempat saya berdomisili yang sekolahnya tidak memiliki perangkat internet yang memadai, siswa-siswa sekolah itu mengenal internet bukan dari sekolah melainkan dari fasilitas umum seperti warnet atau bahkan HP. Apalagi dengan kemunculan berbagai produk handphone yang memiliki fitur akses internet dengan harga yang semakin murah. Dengan kondisi tersebut, sekolah tentunya bisa dikatakan memiliki peran terbatas dalam proses edukasi siswanya dalam hal penggunaan internet yang aman dan sehat. Belum lagi jika kita telilti tentang bagaimana kemampuan tenaga guru dalam hal teknologi informasi. Tak usah jauh-jauh, kemampuan-kemampuan dasar berinternet saja masih sangat banyak guru yang tak menguasainya. Dengan kondisi seperti ini bagaimana mungkin sauatu isntitusi pendidikan mampu melakukan kontrol terhadap siswa-siswanya.

Dalam bayangan saya, andai para guru menguasai internet, dan tentunya mengerti tentang jejaring sosial dunia maya salah satunya, tentu dapat dengan mudah sang guru dapat melakukan edukasi kepada siswa denagan lebih baik. Bisa saja guru mewajibkan siswanya untuk memasukkan guru tersebut dalam daftar teman di facebook siswanya. Dengan demikian siswanya lebih terkontrol melalui facebook, setidaknya guru dapat ikut 'mengendalikan' perbincangan siswa-siswanya.

Untuk itu perlu usaha yang lebih tersistematis dari para pelaku pendidikan dan tentu saja pemerintah untuk meningkatkan kapasitas teknologi informasi para guru dan tenaga pendidik. Perbaikan sistem pendidikan calon guru dan tenaga pendidik tak bisa dipungkiri lagi harus diperbaiki. Program internetisasi sekolah menjadi tak banyak berarti tanpa di barengi dengan peningkatan kapasitas tenaga operatornya. Evaluasi terhadap berbagai metode yang diterapkan oleh pemerintah selama ini dalam peningkatan kapasitas tenaga pendidik perlu dievaluasi. Tak bisa lagi pelatihan calon kepala sekolah hanya dilaksanakan hanya dalam seminggu untuk menjadikan seorang yang memiliki berbagai kecakapan seorang tenaga pendidik yang handal.

Tulisan ini tidak didasarkan pada suatu penelitian ilmiah, namun saya kira pembaca sepakat bahwa peran pendidikan sangat penting untuk menyelamatkan anak-anak kita dari berbuat hal perilaku yang tidak bertanggungjawab dengan menggunakan media internet apalagi menjadi korban atas perilaku tersebut. Terlalu banyak fungsi positif dari internet yang bisa diambil dan dijadikan sebagai sarana untuk membentuk mesyarakat yang "well infromed". Hal itu tidak bisa dilakukan dengan menakut-nakuti penggunanya tapi mendidiknya.

Ket:
Gambar diambil dari sini

No comments: